Bulan ini 5 tahun lalu saya keluar dari kerjaan di Jakarta, dan memutuskan berwirausaha. Kerja di rumah. Ngga terasa sudah selama itu ternyata.
Saya pernah buka jasa travel wisata. Pernah jualan online. Pernah jadi affiliate marketer. Hingga akhirnya ngeblog, dan kini kerja ( lagi ) sebagai CMO di Startup.
Kesamaannya, saya beraktivitas di dunia Digital Marketing, dan saya kerja di rumah. Pernah sih ( seingat saya ) 2 kali kerja di jalanan. Benar-benar di jalan.
Jadi, saya banyak beradaptasi gimana caranya tetap produktif saat kerja di rumah.
Dan hari ini sudah 5 hari sejak kantor saya memberlakukan kebijakan Work from Home. Kebetulan Startup kita bergerak di industri edukasi teknologi.
Jadi sama sekali ngga ada kesulitan ketika disuruh kerja dari rumah. Toh dalam sebulan semua tim juga punya jatah remote work selama 14 hari.
Jadi memang udah biasa jadi remote worker.
Apalagi, kantornya di rumah saya. Iya, benar di rumah. Jadi saya tetap kerja di rumah. Baik sebelum dan sesudah kebijakan WFH dikeluarkan.
Ngobrolin soal kerja di rumah, saya melihat ada 2 tipe pekerja.
Tipe pertama, adalah tipe pekerja pada umumnya. Orang yang berangkat kerja pagi hari, dan pulang kerja di sore hari. Weekend adalah hari libur.
Orang-orang yang termasuk tipe pertama jumlahnya mendominasi. Karena memang budaya kerja remote belum lama ngetop di Indonesia.
Dan kini, mereka banyak yang disuruh kerja di rumah.
Pekerja tipe ini banyak yang mengeluhkan kejenuhan luar biasa hebatnya saat disuruh kerja di rumah. Mereka bosan dan ngga bisa berpikir.
Mereka terbiasa dengan rutinitas bersiap-siap, sarapan, pergi-pulang kantor, bertemu rekan kerja, makan siang bareng di luar, dan lainnya.
Jadi saat sebagian besar kegiatan itu dihilangkan mereka hilang arah. Mau kerja di luar ( cafe misalnya ) susah juga, karena efek virus Corona ini.
Sebaliknya, tipe kedua, adalah tipe remote worker. Pekerja jenis ini luar biasa fleksibelnya, bisa kerja dimanapun dan dalam lingkungan apapun.
Termasuk juga kerja santuy di rumah sambil rebahan.
Orang-orang di bagian ini biasanya ngga suka dengan keteraturan rutinitas sehari-hari pekerja kantoran. Mereka lebih suka kebebasan waktu dan ritme kerja.
Efek dari kebebasan ini, biasanya jam kerja jadi ngga teratur. Kadang hari biasa ngga ada kerjaan. Kadang weekend harus pontang-panting.
Dan sistem kerja yang di anut berorientasi pada hasil. Partner / atasan kerja ngga pernah peduli Anda kerja dimana dan berapa lama. Yang dipedulikan Anda mengerjakan semua jobdesc dan memberikan hasil / laporannya tepat waktu.
Makanya, kebanyakan pekerja remote kerjaannya ngga jauh dari bidang teknologi. Karena bidang ini yang ( saat ini ) memungkinkan dikerjain dari manapun.
Di masa depan, saya meyakini trend ini akan semakin naik. Saya sempat membahasnya di tulisan terpisah, tentang kerja tanpa ke kantor.
Dukungan teknologi semakin memungkinkan orang untuk kerja dari mana aja.
Saya termasuk tipe kedua. Sejak sekitar 5 tahun lalu.
Saya bisa 24 jam 7 hari penuh bekerja di rumah tanpa merasa jenuh. Saya biasa bawa laptop ke Mall, Cafe, atau bahkan saat travelling ke luar kota.
Selama ada koneksi internet dan listrik, saya bisa kerja normal.
Tentu pada prakteknya ngga semudah itu. Makanya kenapa pekerja kantoran umum biasanya kelabakan dan gagal produktif saat disuruh remote work.
Saya pun merasakan hal yang sama di awal-awal dulu.
Saya ngga lagi cari tau gaya bekerja seperti apa yang terbaik, atau mana yang benar dan salah. Saya percaya di setiap sisi punya kelebihan dan kekurangan.
Dan saya, memilih sisi sebagai remote worker.
Selama 5 tahun berjalan, pada akhirnya saya berhasil melihat ( secara subjektif ) kelebihan dan kekurangan yang saya rasakan selama kerja di rumah.
Kelebihan kerja di rumah bagi saya :
1. Waktu saya fleksibel. Saya membuat daftar pekerjaan, dan saya bisa menentukan ritme kerja sesuka saya. Yang penting kerjaan beres tepat waktu. Saya jadi lebih produktif.
2. Lagi-lagi soal waktu. Saya merasa punya lebih banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan keluarga. Ini adalah hal terbaik ketika kerja di rumah.
3. Kemampuan manajemen diri saya meningkat. Saat jadi remote worker, ngga ada yang mengatur saya. Jadi saya yang harus “memaksa” mengatur diri saya sendiri.
4. Mengurangi pengeluaran. Jadi ngga ada ongkos transport, makan juga masak di rumah. Kalau di total pengeluaran sebulan, saya bisa hemat 30 hingga 40 persen.
Dan ada beberapa kelebihan lainnya yang saya rasain. Meskipun demikian, ada negatifnya juga sih. Dan saya masih terus belajar untuk memperbaikinya.
1. Karena ngga ada yang mengatur, jadinya suka males-malesan. Makanya saya masih terus belajar manajemen waktu dan kerjaan sebaik mungkin.
2. Kadang, saya terjebak di depan laptop. Saking asyiknya kerja, lupa waktu, telat makan, mandi pun kadang terlewat. Ini masih berkaitan dengan disiplin diri sih.
3. Remote worker biasanya rentan terserang penyakit, karena minim gerak dan hobi rebahan. Makanya saya masih terus memaksa diri untuk rutin olahraga.
4. Saking fleksibelnya waktu kerja, jadi sering begadang. Ini juga kebiasaan buruk yang masih terus saya usahakan agar hilang secara perlahan. Butuh waktu.
Kurang lebih itulah yang saya rasain selama kerja di rumah. Ketika kerja di luar, biasanya lebih produktif, karena suasana baru. Tapi biasanya lebih boros, hehehe.
Jadi, untuk Anda yang saat ini baru kerja di rumah, stay focus and maintain yourself ya. Jangan terjebak dengan kesulitan kecil sehingga Anda jadi ngga produktif.
Ingat, meski di rumah jadilah pekerja, bukan kaum rebahan.
Makasih mas udh cerita pengalaman kerja dirumah.
Saya mau cerita dikit juga mas, jadi saya termasuk yang pengen cepet kerja seusai lulus kuliah, dengan nilai IPK yang lumayan bagus, lalu mencari sana sini, udh banyak kepanggil tes dan interview namun hasil nihil, perusahaan udah gak terlalu memandang IPK, hanya syarat minimum saja, tetapi perusahaan mencari skill dari calon pekerja.
Singkat cerita saya keterima kerja diperusahaan transportasi dibagian kantor pusatnya, baru 2 bulan kerja (masih posisi training) eh ada pandemi covid19.
Lalu saya ikut termasuk kedalam karyawan yang dirumahkan dengan waktu yang tidak ditentukan, cukup banyak karyawan yang dirumahkan, mungkin ada hampir 50% karena perusahaan tidak ada pemasukan, bus tidak bisa beroperasi.
Sejak april saya dirumahkan, dan mencoba untuk belajar dan menekuni blog juga dirumah, dan hingga kini saya masih dirumah, belum ada mood untuk melamar kerja lagi.
Dan saya tipe pekerja yang kedua diatas, lebih suka atur waktu sendiri, lebih suka aktif didepan laptop dimalam hari dibanding pagi hari selayaknya kerja dikantor.
Doain mas semoga saya cepat mendapatkan apa yang terbaik, jika memang freelance adalah jalan karir saya ya saya akan menekuninya.
Sekian cerita curhatan saya mas, terima kasih sharingnya.
Salam kenal.
Hai mas, salam kenal ya.
Saya fokus pada statement mas “perusahaan udah gak terlalu memandang IPK, hanya syarat minimum saja, tetapi perusahaan mencari skill dari calon pekerja.”. Tambah 1 orang lagi yang mengakui keadaan ini.
Ini issue yang 3 tahun terakhir coba saya pecahkan bersama tim, dengan membantu orang-orang melalui program belajar online tatap muka ( live ) 4 bulan untuk kuasai skill tertentu di bidang IT + jaminan kerja.
Karena saya sangat-sangat setuju, bahwa industri sudah berubah, ngga se-konservatif dulu. Mereka sudah mulai menyadari, bahwa diluar sana ada banyak sekali talenta-talenta berbakat yang berasal dari kampus tidak terkenal. Bahkan, nggak sedikit juga diantara mereka yang nggak pernah merasakan bangku kuliah.
Jadi penting bagi setiap orang untuk punya keahlian, agar punya nilai jual di industri.
Semoga dimudahkan urusan dan dilancarkan rezekinya mas.
Hati-hati, pekerja tipe kedua itu memang terlihat “merdeka” tapi jangan sampai terjebak di zona nyaman. Yang ada malah nggak bertumbuh ( dari segi skill dan finansial ), cuma unggul di waktu yang fleksibel saja, hehe.
Aamiin Allahumma aamiin. Sehat dan sukses selalu.
Nice share, Mas. Saya termasuk tipe yang pertama. Tetapi menikmati ritme kerja seperti tipe kedua.
Saya baru berencana bikin startup awal april ini dengan seorang teman. Semoga bisa menyusul seperti mas Alief.
Wah, selamat mas.
Memang idealnya begitu sih. Punya aturan sendiri dan terjadwal seperti tipe pertama, tapi juga punya kebebasan yang besar seperti tipe kedua. Saya sendiri sering bgt “berperang” dengan diri sendiri soal menerapkan aturan ini, masih sering lalai, haha.
Aamiin Allahumma aamiin. Semoga dimudahkan semua prosesnya mas.